#TanyaHukum - Besaran THR, Sesuai dengan Perundang-undangan atau Perjanjian Kerja Bersama?
#TanyaHukum - Besaran THR, Sesuai dengan Perundang-undangan atau Perjanjian Kerja Bersama?
Saya adalah seorang karyawan swasta dengan pendapatan 7 juta per bulan dengan masa kerja 3 tahun. Dalam perjanjian kerja bersama yang saya tandatangani pada awal saya bekerja, THR disepakati sejumlah 2 kali upah sebulan yang saya terima. Namun pada kenyataanya saya hanya mendapatkan THR sebesar 7 juta yang berarti hanya setara dengan upah 1 bulan. Ketika saya meminta perusahaan untuk membayar THR sesuai dengan PKB, perusahaan menolak dan berdalih bahwa THR yang dibayarkan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan. Apakah saya tetap dapat menuntut kepada perusahaan THR sesuai dengan PKB yang disepakati, atau memang THR ayng dibayarkan harus sesuai dengan perundang-undangan yaitu sebesar 1 kali upah perbulan?
Sebagaimana perlu diketahui, bahwa tunjangan hari raya keagamaan atau THR merupakan hak dari pekerja yang wajib dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai THR yang harus dibayarkan oleh pengusaha pada pekerja sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh Di Perusahaan. Adapun pengaturan mengenai besaran THR yang harus dibayarkan oleh perusahaan tertuang pada pasal 3 yang berbunyi:
(1) Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: .
(2) Upah 1 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:
a. Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
(3) Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, Upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Jika melihat dari kronologi yang dicritakan pekerja, pekerja memiliki masa kerja lebih dari 12 bulan, yaitu 3 tahun. Dari masa kerja pekerja, tentunya dapat dilihat bahwa THR yang harus dibayarkan oleh pengusaha disesuaikan dengan pasal 3 ayat (1) huruf a yang mengatur tentang besaran THR bagi pekerja dengan masa kerja diatas 12 bulan dengan THR sebesar 1 kali upah untuk 1 bulan. Namun pekerja juga menjelaskan bahwa sudah ada PKB atau perjanjian kerja bersama yang menuliskan bahwa THR akan diberikan sebesar 2 kali upah untuk 1 bulan. Lalu apakah pekerja dapat menuntut THR diatas ketentuan yang ada di perundang-undangan sesuai dengan PKB yang ditandatangani?
Terdapat ketentuan pada pasal 4 yang berbunyi:
Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
Jika melihat ketentuan pasal tersebut, pekerja dapat menuntut pengusaha untuk membayarkan THR sesuai dengan yang tertulis dalam PKB. Pasal 4 juga menunjukkan bahwa ketentuan dalam Permenaker 6 tahun 2016 hanya digunakan sebagai acuan minimal pemberian THR, sehingga pembayaran THR diatas ketentuan permenaker 6 tahun 2016 diperbolehkan. Pekerja dapat melakukan perundingan dengan pengusaha terlebih dahulu, sebelum melakukan pengaduan secara tertulis ke Dinas Ketenagakerjaan atau posko pengaduan THR di kota pekerja.