Sejarah Adanya Judicial Review Sebagai Alasan Terbentuknya Mahkamah Konstitusi
Sejarah Adanya Judicial Review Sebagai Alasan Terbentuknya Mahkamah Konstitusi
Muhammad Irfan
Selasa, 20 Februari 2024
Sobat hukum! Seperti yang kita ketahui bersama, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga penegak hukum dan konstitusi di Indonesia yang berwenang dalam kewenangan Yudikatif. Namun, sobat hukum sudah tau ngga sih awal mula adanya Mahkamah Konstitusi memiliki sejarah dan alasan berdirinya yang juga perlu kita pahami bersama, agar lebih paham lagi mengapa Mahkamah Konstitusi ini diperlukan dalam suatu negara diluar tanah kewenangan dari Mahkamah Agung.
Hal ini diawali dengan adanya gugatan Judicial Review pertama kali yang diajukan ke Mahkamah Agung atau biasa disebut sebagai "Supreme Court" di Amerika Serikat. Padahal dalam sejarah sistem peradilan Amerika Serikat pada awalnya tidak mengenal adanya suatu gugatan dalam pengujian undang-undang yang sedang berlaku. Namun pada tahun 1796 dalam kasus 'Hylton vs Amerika Serikat', gugatan judicial review tersebut diajukan kepada supreme court . Kasus tersebut pada akhirnya diputuskan oleh Mahkamah Agung Amerika serikat yang berkaitan dengan gugatan mengenai konstitusionalitas dalam suatu tindakan dari Kongres, yakni UU Carriafe 1974 yang mengatur tentang pemberlakuan 'pajak kereta'. Supreme court memutuskan bahwa pajak kereta adalah konstitusional, meskipun Mahkamah Agung telah menolak gugatan tersebut, namun dalam gugatan kasus tersebut Mahkamah Agung secara tidak langsung terlibat dalam adanya judicial review tersebut, yang tidak pernah dilakukan dalam sejarah peradilan Amerika Serikat dan tidak adanya kewenangan supreme court untuk memutuskan perkara tersebut sebagaimana yang telah ada dalam Undang-undang formil Amerika Serikat.
Walaupun dalam kasus sebelumnya gugatan tersebut di tolak, selang beberapa tahun, yakni pada tahun 1803, supreme court yang diketuai oleh John Marshall kembali mendapat gugatan dalam mengadakan writ of mandamus yang diujikan terhadap kasus Marbury vs Mardison. Dalam putusan gugatan tersebut, supreme court dalam kepemimpinan John Marshall yang didukung oleh 4 hakim agung lainnya memutuskan untuk mengabulkan gugatan dan mengeluarkan writ of mandamus atau suatu surat perintah agar pengadilan memerintahkan dengan mengharuskan pejabat publik untuk melaksanakan kewajiban resmi sebagaimana yang ditentukan dalam ayat (3) The Judiciary Act of 1789 agar James Madison menyerahkan surat pengangkatan sebagai hakim dalam hal ini William Marbury. namun gugatan tersebut kemudian membatalkan ayat (3) The Judiciary Act of 1789 yang dibuat oleh Kongres dengan alasan bertentangan dengan konstitusi yang ada. Adapun alasan dibatalkannya ayat (3) tersebut karena ayat (3) The Judiciary Act of 1789 memberikan yurisdiksi awal kepada Mahkamah Agung lebih dari yang ditentukan dalam Artikel III Konstitusi.
Dalam perkara tersebut, ketentuan yang memberikan kewenangan Supreme Court untuk mengeluarkan writ of mandamus pada Pasal 13 Judiciary Act dianggap melebihi kewenangan yang diberikan konstitusi, sehingga Supreme Court menyatakan hal itu bertentangan dengan konstitusi sebagai the supreme of the land. Namun, di sisi lain juga dinyatakan bahwa William Marbury sesuai hukum berhak atas surat-surat pengangkatannya. Keberanian John Marshall dalam kasus “Marbury Vs Madison” untuk memutuskan sebuah gugatan yang menjadi preseden baru dalam sejarah Amerika dan pengaruhnya meluas dalam pemikiran dan praktik hukum di banyak negara. Dan sejak saat itulah telah banyak undang-undang federal maupun undang-undang negara bagian yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh Supreme Court Amerika Serikat.
Awal mula terbentuknya lembaga Mahkamah Konstitusi adalah dengan diperkenalkan oleh pakar hukum tata negara yang sangat terkenal dari Austri, yakni Hans Kelsen (1881-1973), ia berpendapat bahwa dalam pelaksanaan aturan konstitusional tentang peraturan perundang-undangan dapat dijalankan secara lebih efektif dengan adanya suatu organ baru diluar dari susunan badan legislatif yang ber kewenangan dalam menguji suatu perundang-undangan yang ada, dan badan tersebut memiliki hak dalam menolak dan mengabulkan gugatan pengujian untuk tidak memberlakukan suatu undang-undang jika bertentangan dengan konstitusi yang ada.
Pemikiran Hans Kelsen tersebut membuag sejarah baru, dengan terbentuknya suatu lembaga Peradilan baru yang bernama Verfassungsgerichtshoft atau di Indonesia disebut dengan Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) yang merupakan lembaga penegak hukum yang berdiri sendiri dan mempunyai kewenangan di luar Mahkamah Agung Gagasan ini diajukan ketika Kelsen diangkat sebagai anggota lembaga pembaharu Konstitusi Austria (Chancelery) pada tahun 1919–1920 dan diterima dalam Konstitusi Tahun 1920. Dan pada tahun itulah terbentuk untuk pertama kali Mahkamah Konstitusi di dunia, yang menyangkut hubungan antara prinsip supremasi Konstitusi dan prinsip supremasi parlemen. MK hanya berwenang pada lingkup ketanegataan saja, dan kekuasaan Kehakiman tetap berada di kuasa Mahkamah Agung. Umumnya hanya negara-negata yang mengalami perubahan bentuk pemerintahan menjadi negara Demokrasi yang membentuk MK nya tersendiri termasuk negara Indonesia, sedangkan negara yang menganut asas model desentralisasi hanya terdapat Mahkamah Agung (supreme court) yang sekaligus juga dapat memiliki kewenangan dalam menguji undang-undang jika memang diperlukan.
Dalam pembentukan lembaga Mahkamah Konstitusi di negara Indonesia sendiri melalui pembahasan yang sangat mendalam, dengan mengkaji lembaga pengujian konstitusional undang-undang yang ada di berbagai negara, serta mendengarkan masukan berbagai pihak, terutama para pakar hukum tata negara, rumusan mengenai lembaga Mahkamah Konstitusi disahkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Hasil Perubahan Ketiga UUD 1945 itu merumuskan ketentuan mengenai lembaga yang diberi nama MK dalam Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945.
MK memiliki 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. MK berkewajiban memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Demikian sobat hukum, terkait penjelasan mengenai sejarah adanya gugatan judicial review yang menjadi awal mula pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berwenang dalam pengujian formil undang-undang! Semoga penjelasan tersebut bisa bermaanfaat sebagai referensi bacaan yang bisa kalian nikmati, untuk info menarik dan berita hukum terbaru lainnya bisa diakses di www.benanghukum.com yaa!
Referensi
Mahkamah Konstitusi RI. (2015, Agustus 13). Perintisan dan Pembentukan Mahkamah Konstitusi [online]. Available : https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11769.
Pantau terus informasi menarik seputar hukum lewat benanghukum.com!