Prinsip AUPB dalam Konsep Negara Kesejahteraan
Prinsip AUPB dalam Konsep Negara Kesejahteraan
Muhammad Atallah Rafi
Kamis, 20 Juni 2024
Negara kesejahteraan, atau welfare state adalah konsep praktik kenegaraan yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat. Kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya pada lapangan ekonomi maupun pendidikan, namun juga pada ranah hukum dan keadilan. Konsep ini sendiri mulai muncul pada abad ke-18 ketika golongan liberal di Eropa mulai menggaungkan ide-ide tentang kebebasan individu dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Tak dapat dipungkiri, konsep welfare state inilah yang kelak melahirkan gagasan mengenai nasionalisme dan kebangsaan. Para tokoh filsafat terkemuka seperti John Locke, Rousseau, hingga tokoh politik seperti Napoleon hingga Vladimir Lenin banyak membicarakan mengenai kesejahteraan sosial dan kesetaraan hak dimata hukum. Dari sinilah muncul gagasan mengenai welfare state[1].
Runtuhnya monarki-monarki absolut pada abad ke-20 dan berkembangnya gerakan sosialisme dan internasionalisme turut membantu lahirnya negara-negara yang menganut konsep welfare state. Di dalam konsepsi negara kesejahteraan dicetuskan bahwa pemerintahan yang menyejahterakan rakyat, adalah pemerintah yang mengembalikan segalanya kepada rakyat. Namun apa yang dimaksud dari “mengembalikan segalanya kepada rakyat?”. Pada dasarnya negara yang menganut konsepsi welfare state haruslah menjadikan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai tugas yang utama, inilah yang membedakan konsep negara kesejahteraan dengan negara penjaga malam atau nightwatchman state[2].
Negara penjaga malam hanya bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan rakyatnya, dan jika kita melihat kembali ke sejarah, negara yang menganut konsep ini sering kali mengesampingkan keadilan dan kesejahteraan sosial. Rasa ketidakpuasan rakyat dengan konsep tersebut akhirnya melahirkan konsep negara kesejahteraan yang saat ini dianut di hampir seluruh negara. Di Indonesia sendiri, konsep welfare state telah dianut sejak awal. Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang berasal dari Piagam Jakarta, gagasan mengenai negara kesejahteraan secara nyata telah diakui. Empat alinea di dalam pembukaan menjadikan kesejahteraan sosial sebagai tujuan utama bangsa Indonesia. Sebagaimana yang telah diketahui, UUD NRI 1945 adalah sumber hukum tertinggi beserta Pancasila, yang berarti seluruh perundang-undangan yang diterapkan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan konsep negara kesejahteraan.
AAUPB sebagai bentuk nyata praktik welfare state
Didalam Hukum Administrasi Negara, dikenal prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, atau biasa disingkat AAUPB. Prinsip ini awalnya digagas di Belanda pada kurun waktu 1946 hingga 1950. Tujuan utama dari prinsip AAUPB adalah untuk menciptakan pemerintah yang sehat dengan pemberian wewenang yang sesuai serta penyusunan birokrasi yang efektif. Pada akhirnya, dua hal tersebut akan menguntungkan tidak hanya pemerintah, namun juga masyarakat. Inilah yang dimaksud dari “mengembalikan segalanya kepada masyarakat”. Pada akhirnya AAUPB bertujuan untuk menyejahterakan rakyat sesuai dengan konsep negara kesejahteraan.[4] Di Indonesia sendiri, AAUPB telah diakui dalam UU No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No.5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, serta pada UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Bisa dikatakan bahwa diakuinya AAUPB dalam sistem peradilan Indonesia adalah salah satu bentuk upaya pemerintah Indonesia dalam menjalankan konsep negara kesejahteraan yang telah menjadi cita-cita bangsa sejak awal kemerdekaan.
AAUPB sendiri terdiri dari berbagai asas, seperti asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas kesamaan dalam mengambil keputusan dan lain lain. Adanya asas-asas tersebut menjelaskan bahwa implementasi dari AAUPB selalu berlandaskan pada suatu tujuan mulia, yaitu kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat. Salah satu bentuk dari upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan adalah dengan dijalankannya prosedur freies ermessen dalam sistem peradilan di Indonesia. Freies ermessen adalah hak atau kewenangan pemerintah untuk melakukan interpretasi terhadap perundang-undangan dalam upaya untuk mencapai hasil yang menguntungkan seluruh pihak. Jika terdapat suatu perkara tertentu yang belum diatur secara jelas di dalam perundang-undangan, tugas pemerintah menurut freies ermessen adalah mencari jalan keluar dengan mengambil jalan yang paling menguntungkan. Hal ini sejalan dengan asas kepastian hukum menurut Profesor Peter Mahmud Marzuki, dengan pengambilan keputusan yang tepat oleh pemerintah, maka kepastian hukum itu akan lebih mudah diwujudkan. Pengambilan keputusan yang tepat diatur di dalam AAUPB dalam asas bertindak cermat.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa implementasi AAUPB untuk mencapai negara kesejahteraan menjadi salah satu tindakan yang definitif karena lahirnya AAUPB sendiri berasal dari gagasan-gagasan mengenai kesejahteraan dan keadilan sosial.
Pantau terus informasi menarik seputar hukum lewat benanghukum.com!