Pajak Hiburan Naik 40 hingga 75 persen, Dapatkah Diajukan Judicial Review?
Pajak Hiburan Naik 40 hingga 75 persen, Dapatkah Diajukan Judicial Review?
Dewa Ayu Ayuning Sekarsari A.
Jumat, 19 Januari 2024
Sejumlah jasa hiburan dikenakan perubahan besaran tarif pajak yang naik menjadi paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Ketentuan mengenai pengenaan pajak hiburan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pada aturan sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 45 ayat (1), (2) dan (3), tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen. Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen dan khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan paling tinggi sebesar sepuluh persen.
Dari jenis pengelolaannya sendiri, pajak penyelenggaraan hiburan termasuk ke dalam jenis pajak daerah, yaitu pungutan pajak yang dikenakan pemerintah daerah kepada penduduk di suatu wilayah sehingga ketentuannya diatur dalam peraturan daerah. Untuk saat ini, pemerintah daerah yang sudah menerbitkan peraturan daerah mengenai pengenaan pajak hiburan sebesar 40 persen diantaranya seperti daerah Kabupaten Badung, Bali, dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ketentuannya berlaku efektif pada 1 Januari 2024 dan DKI Jakarta dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ketentuannya berlaku efektif pada 5 Januari 2024.
Terbitnya peraturan daerah pada beberapa daerah tersebut sebenarnya sejalan dengan ketentuan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dimana khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. PBJT sendiri adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konumsi barang dan/atau jasa tertentu.
Namun, pada praktiknya sejumlah pelaku usaha yang berkecimpung di jasa hiburan tersebut mengaku keluhkan kenaikan pajak yang dinilai cukup tinggi. Hal ini dikarenakan dapat menurunkan kuantitas konsumen yang menikmati jasa tersebut sebab pajak yang dibayarkan meningkat.
Terbitnya peraturan daerah tersebut pada dasarnya merupakan wewenang pemerintah daerah yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sehingga dari implementasinya, terbitnya peraturan daerah tersebut sudah sejalan dengan peraturan di atasnya.
Pajak hiburan dalam Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah naik 40 hingga 75 persen, dapatkah dilakukan judicial review?
Dalam hal ini, pada dasarnya setiap orang dapat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) apabila terdapat pihak yang menganggap hak/dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang. Hal ini sejalan dengan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Ketentuan Pasal 51 UU MK menegaskan bahwa pemohon dalam judicial review atau pengujian undang-undang sendiri adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang. Adapun tentang siapa yang disebut sebagai pihak yang merasa dirugikan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
Selanjutnya, kerugian konstitusional tersebut merupakan syarat dari legal standing atau kedudukan seseorang untuk dapat bertindak sebagai pemohon dalam judicial review. Di dalam praktik, Mahkamah Konstitusi menetapkan rincian ketentuan tersebut dengan syarat-syarat diantaranya:
a. adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa hak konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji;
c. bahwa kerugian konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat sepsifik (khusus) dan actual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak terjadi lagi.
Dengan adanya ketentuan mengenai syarat kedudukan hukum atau legal standing tersebut, selanjutnya dalam ketentuan Pasal 51 ayat (2) dan (3), pemohon dalam permohonannya wajib menguraikan dengan jelas mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya serta menguraikan dengan jelas bahwa pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun pada ketentuan Pasal 51A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi menambahkan bahwa permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 wajib memuat hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31.
Sehingga, apabila terdapat pihak yang merasa dirugikan akibat berlakunya suatu ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Sumber:
Sumadi, Ahmad Fadil., Subiyanto, Achmad Edi., Triningsih, Anna. (2020). Hukum Acara Mahkamah Konstitusi: Perkembangan dalam Praktik. Ed. 1, Cet. 2. Depok: Rajawali Pers.
Sari, Amelia Rahima. (2024). Tolak Aturan Pajak Hiburan 40 Persen, Asosiasi Spa Gugat ke MK. Tempo.co. diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1820830/tolak-aturan-pajak-hiburan-40-persen-asosiasi-spa-gugat-ke-mk
Aminudin, Muhammad. (2024). Sandiaga soal Pajak Hiburan 40-75%: Sudah Diajukan Judicial Review ke MK. detikJatim. diakses dari https://www.detik.com/jatim/bisnis/d-7137801/sandiaga-soal-pajak-hiburan-40-75-sudah-diajukan-judicial-review-ke-mk
Krisnawati, Magdalena. (2024). Pajak Hiburan 40 Persen Dikeluhkan Terlalu Tinggi. RRI.co.id. diakses dari https://www.rri.co.id/bisnis/513226/pajak-hiburan-40-persen-dikeluhkan-terlalu-tinggi
Pantau terus informasi menarik seputar hukum lewat benanghukum.com!