Mahkamah Konstitusi Kembali Menolak Uji Formil UU Pemilu, Apa Alasannya ?
Mahkamah Konstitusi Kembali Menolak Uji Formil UU Pemilu, Apa Alasannya ?
Muhammad Irfan
Rabu, 31 Januari 2024
Sobat hukum! Seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini menjelang pesta pemilihan umum yang akan dilaksanakan februari mendatang telah diwarnai beberapa topik hangat yang menimbulkan keresahan yang amat mendalam di hati masyarakat, dikarenakan adanya penyelewengan hukum formil yang inkonstitusional. Hal tersebut disebabkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengatur tentang syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, dimana dalam putusan a quo melegalkan para calon yang berusia di bawah 40 tahun untuk bisa tetap maju dalam kontestasi pemilihan presiden. Putusan tersebut dinilai oleh sebagian besar masyarakat sebagai pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh jajaran hakim konstitusi, lantaran dianggap memudahkan jalan bagi pihak tertentu untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024 dengan adanya hubungan keluarga terkait dengan penguasa konstitusi saat ini.
Pada akhirnya putusan tersebut tetap sah oleh MK dan dijalankan sebagaimana isinya tersebut, yang dibuktikan dengan majunya calon wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun yakni walikota dari kota solo, Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden dari pasangannya, Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden mendatang. Hal ini tentu berdampak buruk bagi jalannya konstitusi negara dengan dilanggarnya norma-norma hukum formil yang telah ada sebelumnya, hingga banyak terjadi pro-kontra antara masyarakat. Beberapa diantaranya mengajukan banding dan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi untuk meninjau kembali keputusan tersebut dengan dalih untuk menyelamatkan dan memperbaiki kembali konstitusi yang telah dilanggar oleh hakim konstitusi, Anwar Usman yang telah diberhentikan oleh MKWK karena terbukti telah melanggar kode etik berat. Salah satunya adalah pengajuan judicial review terkait pengujian formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang diajukan oleh pemohon dari pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
Para pemohon tersebut mendalilkan bahwa norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana termuat dalam putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil karena putusan itu mengalami cacat formalitas dalam penyusunan dan pemberlakuan sebuah norma. Hal ini menjadikan putusan tersebut tidak memenuhi syarat formil dan menjadi tidak sah, sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), (2), (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD RI Tahun 1945 serta Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, pemohon Denny Indrayana juga telah meminta MK untuk menunda berlakunya ketentuan persyaratan usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden mendatang.
Namun, pada Selasa, 16 Januari lalu Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menolak seluruhnya permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 terkait pengujian formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam putusan yang telah dikeluarkan oleh MK tidak mengenal adanya putusan yang tidak sah, meski dalam proses dan jalannya pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh para hakim konstitusi yang terbukti telah melanggar kode etik berat maupun pelanggaran lainnya, sebagaimana telah ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 dan Putusan MK Nomor 131/PUU-XXI/2023. Hal tersebut yang menyebabkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini tidak dapat ditinjau ulang untuk dinyatakan tidak sah agar dapat dibatalkan dalam pelaksaan pemilihan presiden tahun 2024.
Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan terhadap putusan MK yang diduga mengandung persoalan adanya dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan norma Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terhadap objek permohonan dapat diajukan pengujian kembali isu konstitusionalitasnya sepanjang tidak terhalang dengan ketentuan norma Pasal 60 UU MK dan Pasal 78 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 atau dilakukan melalui legislative review kepada pembentuk undang-undang. Di samping itu, dalam pertimbangan hukum Putusan MK tersebut, juga ditegaskan ketentuan norma Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diterapkan dalam hukum acara peradilan MK sebagaimana juga pendirian Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Mahkamah berpendapat proses pengambilan keputusan dalam putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 tidak dapat dipertentangkan dengan UU 48/2009. Permohonan pemohon tentang Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana telah dimaknai Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 tidak mengandung kecacatan formil, sehingga tidak bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. “Sebagaimana dibuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil oleh karena Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengalami kecacatan formalitas dalam penyusunan dan pemberlakuan sebuah norma, sehingga menjadikan Putusan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menjadi tidak sah sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman adalah tidak beralasan menurut hukum,”, ujar salah satu hakim konstitusi, M Guntur Hamzar dalam membacakan beberapa pertimbangan mahkamah konstitusi dalam putusan tersebut.
Demikian sobat hukum, terkait penjelasan alasan mahkamah konstitusi menolak kembali pengujian formil terhadap undang-undang pemilu! Semoga penjelasan tersebut bisa bermaanfaat sebagai referensi bacaan yang bisa kalian nikmati, untuk info menarik dan berita hukum terbaru lainnya bisa diakses di www.benanghukum.com yaa!
Referensi
Mahkamah Konstitusi RI. (2024, Januari 16). MK Tolak Uji Formil UU Pemilu yang Dimohonkan Pakar Hukum Tata Negara [online]. Available : https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19920&menu=2
Pantau terus informasi menarik seputar hukum lewat benanghukum.com!