Ketentuan Hukum Masa Probation dalam Dunia Kerja
Ketentuan Hukum Masa Probation dalam Dunia Kerja
Dewa Ayu Ayuning Sekarsari A.
Kamis, 23 Mei 2024
Masa probation atau seringkali disebut sebagai masa percobaan kerja adalah suatu tahapan yang dilakukan dalam proses perekrutan karyawan suatu perusahaan. Pada umumnya, perusahaan mengadakan masa probation untuk melihat performa dan mengevaluasi kemampuan karyawan baru sebelum benar-benar dipekerjakan sebagai karyawan tetap.
Ketentuan Hukum Masa Probation
Ketentuan hukum mengenai masa probation diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) yang dikenal dengan istilah masa percobaan.
Masa probation hanya dapat dilakukan untuk jenis perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT), dimana mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan sesuai ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Dalam masa probation, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku serta syarat masa probation harus dicantumkan dalam perjanjian kerja.
Apabila syarat masa probation dilakukan secara lisan, menurut penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, maka syarat masa probation harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan serta nantinya dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja ataupun dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa probation kerja dianggap tidak ada.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 58 UU Ketenagakerjaan, masa probation tidak dapat disyaratkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam hal suatu perusahaan mensyaratkan masa probation untuk PKWT, maka masa probation yang disyaratkan tersebut dinyatakan batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
PKWT sendiri hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu seperti pekerjaan yang sekali selesai atau sifatnya sementara; pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama; pekerjaan yang bersifat musiman; pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, ataupun produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap. Pekerjaan tersebut pun tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Apabila PKWT tidak memenuhi ketentuan tersebut maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Sumber:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
Pantau terus informasi menarik seputar hukum lewat benanghukum.com!